Magang Layaknya Ustadz Kondang dengan 3 Istri
Jadi ceritanya saya magang. Bahkan saya menulis ini saat di kantor. Sesuai
dengan konsentrasi yang saya ambil, saya magang ditempat yang kerjaannya adalah
mengelola data kualitas air sungai. Kedengaran ga penting ? bisa jadi,
hahahaha. Saya magang di Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Sumber Daya Air Di
Lumajang (UPT Pengelolaan SDA Di Lumajang). Sebenarnya kerjaan di sini lebih
kompleks sih, ada yang seperti KKN saya kemaren yang melakukan pemetaan tersier
juga. Saya magang dengan 3 orang gadis ukhti-ukhti yang saking panjangnya
jilbab yang dipakai bisa buat selimut. Itu bukan rasis, Cuma becanda aja. Yah
bagaimanapun saya harus adil sejak dalam fikiran. Saya bisa dengan mudah
menerima saat seseorang memakai kaos atau rok pendek, tentu saya akan dengan
mudah pula menghargai teman-teman saya yang memilih untuk pakai kerudung
panjang-panjang dalam keseharian mereka. Saya menghargai orang memakai pakaian
dengan kerudung lebar-lebar layaknya saya menghargai orang yang memakai kebaya.Ada
hal lain yang pembaca harus tahu soal magang saya, yaitu saya ngekos satu rumah
dengan mereka. Mirip-mirip seperti ustadz kondang yang punya istri 3 itu. Asik
ya..? asik ndaaaasmu iku. Jangan mikir macem-macem, saya tidur di loteng kok
(iya loteng, kamar lantai 2 yang sebenarnya adalah gudang dan secara ajaib
disulap menjadi kamar spesial untuk saya). Dan lagi di rumah tersebut ditempati
si empunya rumah juga, namanya mbah Lik, jadi santai aja. Suwun.
yah sudah pasti kalau pacar saya
baca tulisan ini dia pasti marah (sorry saya bukan jomblo kaya situ, saya anti
jomblo-jomblo club). Saya kadang berandai-andai apa seperti ini yang dirasakan
oleh ustadz kondang tersebut saat memiliki 3 istri. Saya sedikit banyak
merasakan bagaimana hidup serumah dengan 3 orang ukhti-ukhti tentu dengan
pengecualian saya ga NGANU sama teman-teman saya itu. Beda sama ustadz yang
udah sah dan halal dengan 3 bidadarinya. Wew.
Dalam hal yang baik tentu adalah
soal makan. Saya yang sama sekali buta soal masak-memasak, Palingan hanya bisa
buat indomie dan mentok ditambah sama telur ceplok tidak kesulitan dalam makan
sehari-hari. Karena apa ? karena ada 3 ukhti-ukhti yang bisa masak dan hobi
masak malah. Bagian saya saat masak adalah masak nasi pakai rice cooker. Apakah
itu mudah ? jangan salah itu juga butuh perjuangan kawan. Beras yang dimasukkan
dalam rice cooker tersebut harus pas airnya. Kalau kurang maka nasi yang
dihasilkan tak ubahnya hanya beras yang dicelup air panas, keras-keras gimana
gitu. lah kalau kebanyakan jadinya akan seperti bubur yang tentu kurang sip
buat dihidangkan. Air yang ditambahkan harus pas takarannya, layaknya cintaku
pada pacarku. Uwuwuwuw -.
Hal baik lain adalah karena
ukhti-ukhti ini rajin ibadah. Ga kaya saya yang imannya naik turun kaya
timbangan pracangan emak saya. Jadi tiap hari itu layaknya edisi ramadan gitu
loh. Kerudung panjang-panjang, tiap hari pakai rok atau dress terusan. Mau pagi
siang sore atau malem, kerudung panjang adalah harga mati. Mereka suka mengaji.
Disaat sehabis sholat saya baca novel, mereka baca kitab suci seperti sengaja
mengalunkan suara mereka menemani bacaan novel saya. Mereka mengaji 5 kali
sehari sehabis sholat fardhu. Bener-bener lengkap, gaya pakaian islami ditambah
tadarusan. Rasanya jadi pengen ngajak temen SMA buka bersama deh.
Apakah tidak ada hal yang
menjengkelkan ? tentu ada. Sebagai ukhti-ukhti kaffah, ada banyak larangan
paten buat saya. Pertama saya tidak boleh menyentuh mereka. Kedua saya tidak
boleh melihat mereka saat tidak berkerudung. Apakah aturan tersebut gampang ? blass. Untuk tidak
bersentuhan tentu hal mudah, tinggal kasih jarak, masalah beres. Nah untuk
peraturan yang kedua ini relatif susah. Saya sudah tentu tidak tahu kapan
mereka tidak memakai kerudung kan. Kecuali memang mereka punya jadwal paten
tentang “jam-jam bebas kerudung panjang” dan dikasihkan ke saya. Dirumah itu
saya layaknya seorang public enemy. Sering kali terdengar teriakan “gung, kamu
jangan kebelakang ya...” nah kalo saya pas ga kebelet tentu akan mudah. Gimana
kalau pas mereka bilang jangan kebelakang itu tiba-tiba saya malah jadi
kebelet, masa saya harus kencing di celana.
Sebagai satu-satunya cowo di rumah
itu saya menjadi satpam dan tukang untuk mereka. Saat galon habis saya menjadi
garda terdepan untuk membeli sekaligus memasang galon tersebut ke dispenser.
Itu biasa. Yang luar biasa adalah saat saya harus tidak tidur agar mereka dapat
tidur dengan nyenyak. Hal ini dikarenakan suatu waktu saya bersama tim dari UPT
melakukan pengambilan sampel air sungai se Jember-Lumajang dan baru balik kos
jam setengah satu malam. Kebetulan motor kami biasanya diparkir di rumah
tetangga yang gerbangnya (asem) sudah dikunci. Al hasil motor diparkir di depan
rumah dan saya wajib begadang jagain itu sepeda motor (kampret) sampai pagi
supaya teman-teman ukhti saya dapat merasa tenang bahwa motor mereka aman dan
dapat tidur dengan nyenyak.
Mungkin hidup serumah dengan 3 orang
cewek tidak semenyenangkan yang dibayangkan orang ya. Tapi tetep beda cerita
sama ustadz kondang itu lah. Yah saya mah ikhlas, tapi berkat pengalaman ini
saya mantap mengatakan saya nanti tidak akan poligami (poligini sih
sebenarnya). Karena apa ? karena satu wanita cerewet dalam rumah sudah cukup
bikin banyak kalori terbakar, lah bagaimana kalau sampai ada 3. Makanya saya
anti poligami-poligami club.[]
Leave a Comment